"Ya, bisa memang penegakan etik dan penegakan hukum bisa berbeda karena jalurnya juga beda. Soal bukti, bukti juga beda, kemudian yang paling penting itu kelengkapan lembaga untuk menginvestigasi juga beda,"Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menekankan bahwa jalur institusi antara Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) berbeda dengan Polda Metro Jaya dalam menangani kasus kebocoran dokumen dugaan korupsi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Ya, bisa memang penegakan etik dan penegakan hukum bisa berbeda karena jalurnya juga beda. Soal bukti, bukti juga beda, kemudian yang paling penting itu kelengkapan lembaga untuk menginvestigasi juga beda," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Sehingga, dia pun menyerahkan hasil keputusan untuk tidak melanjutkan kasus dugaan kebocoran dokumen tersebut kepada Dewas KPK yang dinilainya berkinerja baik, meski di sisi lain kasus tersebut telah masuk ke tahap penyidikan oleh Polda Metro Jaya.
"Menurut saya ya kita serahkan ke Dewas KPK. Selama ini kan Dewas sudah terbukti kinerjanya bagus, jadi kita mempercayailah kinerja Dewas KPK," ujarnya.
Terpisah, Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan juga memandang perbedaan jalur institusi antara Dewan Pengawas KPK dan Polda Metro Jaya dalam menangani suatu perkara, termasuk kasus kebocoran dokumen dugaan korupsi Kementerian ESDM.
Dia menyebut bahwa Dewas KPK sedianya berwenang menangani suatu perkara pelanggaran etik.
"Dan mereka sudah melakukan proses di internal mereka. Walaupun mereka ada istilah lidik dan segala macam, tapi itu kan bukan projustisia," kata Trimedya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Sementara, lanjut dia, Polda Metro Jaya berwenang menangani proses penegakan hukum. Dia menyebut bahwa kasus dugaan kebocoran data KPK pada perkara di Kementerian ESDM pun telah dinaikkan pada tahapan penyidikan oleh Polda Metro Jaya.
Trimedya lantas mengingatkan bahwa dalam terminologi hukum penyidikan pasti akan ada tersangka yang ditetapkan "Bagaimana proses itu? Menurut saya kita tunggu aja proses hukum yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya," ucapnya.
Untuk itu, dia tak mempermasalahkan perbedaan pola penanganan kasus kebocoran dokumen tersebut.
"Jadi tidak ada masalah Dewas seperti itu, Polda seperti itu. Enggak ada masalah, tinggal kita lihat lagi dua alat bukti seperti apa yang sudah ditemukan oleh pihak Polda Metro Jaya dalam rangka mengungkap kasus bocornya dokumen itu," katanya
Dia pun berharap kasus kebocoran dokumen tersebut tidak sampai mengganggu kinerja KPK itu sendiri. "Tapi bagi saya kasus ini mudah-mudahan tidak mengganggu kinerja KPK dalam mengungkap kasus-kasus yang lebih besar lagi," ujar dia.
Sebelumnya, Senin (19/6), Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus dugaan kebocoran surat perintah penyelidikan (sprinlidik) kasus korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke sidang etik.
"Yang menyatakan Saudara Firli Bahuri (Ketua KPK) melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku tentang membocorkan rahasia negara kepada seseorang adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta.
Adapun pada Selasa (20/6), Polda Metro Jaya melanjutkan kasus dugaan kebocoran data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada perkara di Kementerian ESDM dengan menaikkan ke tahap penyidikan karena ditemukan unsur peristiwa pidana dalam perkara tersebut.
"Jadi begini ya dalam sebuah penanganan laporan tentang dugaan perbuatan pidana kami wajib menindaklanjuti semua bentuk laporan, " kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto saat ditemui di Jakarta.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023